Oleh Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Muqoddimah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
menginformasikan bahwa akan senantiasa ada sebagian kelompok kaum muslimin yang
memperbaharui agama. Namun, apa yang di maksud pembaharuan agama dan siapakah
pembaharu Agama?! Pertanyaan tersebut sangat penting untuk di ketahui
jawabannya karena pada zaman sekarang sebagian kalangan yang menyimpang telah
mencomot kata tajdid (pembaharuan agama) untuk meracuni Islam dengan
pemikiran-pemikiran sesat yang jauh dari Islam dan Ulama kaum muslimin. Semua
itu mereka lakukan dengan alasan “pembaharuan agama”, padahal sebenarnya
mereka telah merusak dan meruntuhkan pondasi-pondasi agama.
Propaganda “pembaharuan agama” ini sangat
berbahaya, tampaknya indah tetapi ternyata mengandung racun yang berbahaya.
Bahkan tidak salah kalau di katakan bahwa propaganda ini adalah permainan
orang-orang kafir, sebab mereka memahami –setelah pengalaman yang lama- bahwa
menghancurkan Islam dari luar sangatlah berat, maka mereka berusaha untuk
menghancurkan Islam dari dalam.
Ironisnya, propaganda menipu tersebut ternyata telah berhasil
memakan korban sebagian kaum muslimin yang lemah iman dan ilmu. 1 Oleh
karenanya, kita akan membahas hadits tentang pembaharuan agama dan maknanya
menurut para ulama. Semoga Allah menjauhkan kita dari segala fitnah.
Teks Hadits
“Sesungguhnya Allah mengutus kepada umat ini pada setiap
seratus tahun orang yang memperbaharui agama-Nya.”
Takhrij Hadits
Shohih. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (4291) dan al-Hakim dalam al-Mustadrok
(4/522), ath-Thobaroni dalam al-Ausath (6527), al-Baihaqi dalam Ma’rifat
Sunan wal Atsar (1/137), al-Harowi dalam Dzamul Kalam (1108). Hadits
ini dikuatkan al-Hafizh al-‘Iraqi sebagaimana dalam Faidhul Qodir (2/282),
al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Tawali Ta’sis (hlm. 48), as-Sakhowi dalam al-Maqoshidul
Hasanah (hal. 203), al-Albani dalam ash-Shohihah (2/123), bahkan
al-Hafizh as-Suyuthi berkata dalam ath-Tanbiah Fima Yab’atsuhulloh ‘Ala
Ro’si Kuli Sanah (hal. 19), “Para Ulama sepakat bahwa hadits ini shohih.”2
Makna Pembaharuan Agama Menurut Ulama
Informasi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diatas
telah terbukti. Alloh senantiasa membangkitkan sebagian hamba-Nya untuk membela
agama dan memperbaharuinya di saat dibutuhkan pembaharuan. Namun apakah makna
pembaharuan agama dan siapakah yang di sebut pembaharu agama?!! Ikutilah
penjelasan berikut ini.
Al-Alqomi rahimahullah berkata, “Pembaharuan agama
yakni menghidupkan ajaran-ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah yang telah hilang dan
ditinggalkan oleh manusia.”3
Al-Munawi rahimahullah berkata, “Makna
‘memperbaharui agama’ yaitu menjelaskan dan membedakan antara perkara sunnah
dan bid’ah, menyebarkan ilmu agama, membela ahli ilmu, dan membantah alhi
bid’ah. Hal itu tidak bisa terwujudkan, kecuali bagi orang yang alim tentang
agama. Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “setiap kaum mengaku bahwa
imam mereka adalah yang di maksud oleh hadits ini, tetapi tampaknya hadits ini
mencakup seluruh ulama pada setiap bidang, baik tafsir, hadits, fiqih, nahwu,
bahasa, dan sebagainya.”4
Al-Qori’ rahimahullah berkata, “memperbaharui
agama yaitu menjelaskan sunnah dari bid’ah, menyebarkan ilmu dan memuliakan
ulama, menghancurkan bid’ah dan membantah ahli bid’ah”5
Syamsul Haq Azhim Abadi rahimahullah berkata,
“Perhatian : Dari penjelasan lalu dapat kita ketahui bahwa memperbaharui agama
yakni menghidupkan ajaran-ajaran al-qur’an dan as-sunnah yang telah hilang dan
ditinggalkan manusia dan mematikan bid-ah-bid’ah dalam agama.” Selanjutnya
beliau menukil ucapan penulis Majalis Abror bahwa pembaharu agama tidak
diketahui, kecuali dengan penilaian ulama yang hidup sezamannya dengan indikasi
keadaannya dan manfaat ilmunya, sebab seorang pembaharu agama harus : berilmu
agama, pembela sunnah, penghancur bid’ah, ilmunya tersebar di masanya. Pembaharuan
agama itu pada seitiap seratus tahun karena biasanya banyak ulama-ulama yang
meninggal, sunnah menipis, tampak kebid’ahan, sehingga di perlukan pembaharuan
agama. Allah akan membangkitkan di kalangan hamba-Nya yang menggantikan posisi
salaf, baik satu atau lebih.6
Dari penjelasan diatas dapat di simpulkan bahwa maksut
pembaharuan agama dalam hadit adalah menghidupkan ajaran Islam yang menghilang,
menyebarkannya di khalayak manusia dan menganjurkan manusia untuk
mengamalkannya, memberantas kebid’ahan dan ahli bid’ah, kembali kepada ajaran
generasi dahulu, baik melalui seseorang atau berjumlah lebih yang meluruskan
jalan yang bengkok dan membersihkan debu yang menjadikan manusia menyimpang
dari agama Allah. Hal itu ada pada setiap seratus tahun karena biasanya pada
waktu yang lama, manusia sudah banyak yang menyimpang dari jalan yang lurus.7
Makna Pembaharuan Ala Juhala
Pada zaman kita, gelar “pembaharu agama” ini di obral
dengan harga yang sangat murah, diberikan kepada setiap orang jahil yang
melontarkan pendapat-pendapat aneh yang nyleneh (menyimpang). Semua ini
adalah penyesatan, sebab pembaharu yang sebenarnya ialah, seorang yang
mengilmui syaria Allah dan tegar diatas
sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.8
Benar, sebagian orang ada yang mengguncang fondasi Islam
dan merobohkan bangunannya dengan dalih “pembaharuan agama”. Mereka
mengeluarkan pemikiran-pemikiran aneh bin nyleneh yang jauh dari agama Islam
dengan alasan pembaharuan agama, padahal hakikatnya mereka merusak agama. Para
pembawa bendera propaganda ini pada zaman sekarang adalah Jaringan Ibl**
Liberal (JIL) yang banyak mengeluarkan pemikiran-pemikiran sesat. Berikut ini
akan kami sampaikan beberapa contoh “pembaharuan agama” dan “penyegaran Islam”
ala mereka agar kita mewaspadainya.
Ulil Abshar Abdalla berkata dalam artikelnya “Menyegarkan
(baca : memperkeruh, pen.) Kembali Pemahaman Islam”9 :
“Saya
mengemukakan sejumlah pokok pikiran di bawah ini sebagai usaha sederhana
menyegarkan kembali pemikiran Islam yang cenderung membeku, menjadi paket yang
sulit di debat dan di persoalkan: paket Robb yang di suguhkan kepada kita
dengan cara sederhana : take it leave it! Islam yang disuguhkan dengan cara
demikian, amat berbahaya bagi kemajuan Islam itu sendiri. Jalan satu-satunya
menuju kemujuan Islam adalah dengan mempersoalkan cara kita menafsirkan agama
ini.” Lanjutnya kemudian, “Aspek-aspek Islam yang merupakan cerminan
kebudayaan Arab misalnya, tidak usah diikuti. Contoh soal jilbab, potong
tangan, qishosh, rajam, jenggot, dan jubah, tidak wajib diikuti. Karena itu
hanya ekspresi lokal particular Islam di Arab.”
Dengan sedikit paparan diatas, sangat nyata bagi kita
perbedaan pandangan makna pembaharuan ala ulama dan pembaharuan ala juhala. Maka
tanyakanlah pada dirimu, jalan manakah yang hendak engkau pilih?!!
Rujukan :
- Mafhum Tajdid
Baina Sunnah Nabawiyah wa Baina Ad’iya Tajdid al-Mu’ashirin. Karya
Dr. Mahmud ath-Thohhan (hal. 1-2)
- Lihat takhrij
hadits ini secara lebih lengkap dalam kitab Irsyad Fuhul Ila Tahrir Nuqul Fi
Tashih Haditsil ‘Udul Karya Syaikh Salim bin ‘Id al-Hilali (Hal. 285-289)
- Faidhul Qoir
Syarh Jami’ush Shoghir (2/286)
- Ibid
- Aunul Ma’bud
Syarh Sunan Abi Dawud (11/391)
- Ibid
- Mafhum Tajdid
Baina Sunnah Nabawiyah wa Baina Ad’iya Tajdid al-Mu’ashirin, Karya
Dr. Mahmud ath-Thohhan (hal. 4)
- Min A’lam
al-Mujaddidin, karya Syaikh DR. Sholih bin Fauzan al-Fauzan (hal. 4-6)
- Dimuat dalam
harian kompas pada 18 November 2002 M, lalu di bukukan beserta komentar pro dan
kontra tulisan terkait dalam buku Islam Liberal dan Fundamental. Tulisan
keji ini telah di bantah secara terperinci oleh al-Ustadz DR. Muhammad Arifin
Badri hafidhohullah dalam bukunya Kebangkitan Paham Abu Jahal.
Disalin dari Majalah al-Furqon Edisi 06 tahun ke-10
1432H/2010.