Terinspirasi
dari obrolan ringan dengan seorang dari salah satu kelompok Islam yang sangat
semangat berdakwah mengenai Tauhid dan Iman. Kami tertarik sedikit membahas apa
yang dikatakan beliau bahwasannya (kami sarikan secara makna), jika kita ingin
meningkatkan keimanan kita, maka kita harus ikut mengamalkan praktek dakwah
versi mereka, sementara kata beliau, jika kita belajar tauhid maka ini semua
orang sudah tahu dan paham, dan ini tidak bisa menaikkan keimanan kita
sebagaimana jika kita melakukan usaha dakwah versi mereka.
Yang
menarik yang ingin kami tulis disini adalah, apakah benar menaikkan keimanan
itu hanya dengan cara dawah versi mereka? Benarkan orang yang memperlajari
Tauhid itu tidak meningkatkan keimanan? Apakah benar pernyataan kalau masalah
Tauhid itu sudah banyak yang tahu dan faham?
Pertama,
yang harus kita ketahui apa yang dimaksut dengan iaman, dan apa yang dimaksut
dengan tauhid. Karena jangan sampai kita sudah berbicara sana sini, ngalor
ngidul mengenai iman dan tauhid tetapi ternyata kita tidak memahami atau bahkan
tidak mengerti apa itu iman dan apa itu tauhid.
Langsung
kepada pokok pembahasan mengenai makna iman yang pernah di sebutkan oleh Imam
al-Bukhori rahimaullah pemilik kitab paling shohih setelah al-Qur’an,
beliau mengatakan bahwasannya “Aku telah
bertemu dengan lebih dari seribu orang ulama dari berbagai penjuru negeri, aku
tidak pernah melihat mereka berselisih bahwasanya iman adalah perkataan dan
perbuatan, bisa bertambah dan berkurang.”
Dari sini dapat kita ketahui bahwasannya iman ini mencakup perkataan dan
perbuatan yang dapat bertambah dan berkurang. Sebagai tambahan, Imam Asy
Syafi’i rahimahullah juga
berkata bahwa, “Iman itu meliputi perkataan dan perbuatan. Dia bisa
bertambah dan bisa berkurang. Bertambah dengan sebab ketaatan dan berkurang
dengan sebab kemaksiatan.”
Maka sekarang jelas bagi kita, sebab bertambahnya iman adalah
dengan melakukan ketaatan, beramal sholih, sedangkan sebab turunnya /
berkurangnya keimanan itu karena kemaksiatan.
Dari sini maka dapat kita ketahui, bahwa salah yang mengatakan
bahwa jika ingin bertambah imannya maka kamu harus ikut aktif menjadi juru
dakwah seperti kelompok kami. Jika kita mengetahui sebab bertambahnya
keimnan itu adalah karena amalan sholih, dan tentu amalah sholih itu sangat
banyak, maka tentu perkataan ini tertolak. Bahkan kita juga harus jeli lagi
menilai dakwah yang dilakukan kelompok ini apakah termasuk amalan sholih, ataukah
amalan yang memaksakan diri. Karena tentu dakwah haruslah dibarengi dengan Ilmu
terlebih dahulu.
Maka siapa saja yang ingin meningkatkan Keimanan, hendaknya
mereka melakukan amalan sholih. Dan untuk mengukur suatu amalan itu dikatakan
amalan sholih itu harus ditijau dari dua hal, yaitu ikhlas dan ittiba
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika tidak berkumpul dua syarat
tersebut, maka amalan yang dikerjakan bukanlah termasuk amalan sholih.
Kedua, apakah orang yang mempelajari tauhid itu tidak bisa
meningkatkan keimanan? Tentu setelah membaca tulisan diatas, anda dapat
menjawabnya sendiri. Apakah belajar ilmu Tauhid itu termasuk amalan sholih
ataukah maksiat?
Ketiga, benarkan pernyataan
kalau masalah Tauhid itu sudah banyak yang tahu dan faham? Jawabnya tentu
tidak. Kalaupun mereka ditanya apa itu Tauhid, sebutkan syarat dan
rukun-rukunnya, apa saja yang yang dapat membatalakn tauhid, apa saja yang
dapat mengurangi tauhid, maka sangat sedikit yang dapat menjawabnya. Dari sini
maka pernyataan kalau banyak orang sudah mengerti tauhid dan tidak perlu
membahasnya lagi ini adalah pernyataan sok pintar saja yang tidak perlu
ditanggapi.
Sebagai
tambahan, bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu sangat
perhatian dengan tauhidnya seorang muslim. Baliau 10 tahun berdakwah di Mekkah,
yang didakwahkan itu adalah Tauhid, bukan yang lain. Hal ini karena tauhid ini
adalah kunci diterimanya amalan seseorang. Ketika seorang beramal tidak
dibarengi dengan tauhid, maka amalnya batal, atau minimal berkurang. Dan tauhid
ini adalah perkara yang paling besar.
Perlu
juga diketahui bahwasannya, Tauhid secara syar’i maknanya adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya
sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya. Dan tauhid ini dibagi
menjadi 3 pembagian, yaitu Tauhid Rububiyah, Uluhiyah, dan Asma wa sifat. Dan
pembahasan ini cukup panjang, dan belum lagi masuk ke dalam praktek-praktek
manusia di zaman ini, maka pembahasan Tauhid ini tidak sesimpel yang banyak
orang kira, termasuk beliau yang mengatakan bahwa tidak penting belajar lagi
ilmu Tauhid.
Juga harus diketahui, bahwasannya tidak bisa memisahkan
antara Tauhid dan Iman. Karena tauhid dan iman ini adalah bagian dari akidah
Islam. Ketika seseorang belajar tauhid, maka ia akan belajar iman, ketika
seseorang belajar iman dan rukun-rukunnya maka ia belajar tauhid juga. Wallahu
a’alam.