Kajian Islam Jogja Bersama Syaikh Marzuq bin Khalid al Azmy

Posted by Abu Mumtazah Selasa, 09 Juni 2015 0 komentar
Kajian Islam Jogja Bersama Syaikh Marzuq bin Khalid al Azmy
Kajian Islam Yogyakarta Bersama Syaikh Marzuq bin Khalid al Azmy (Da'i dari Kuwait, Mahasiswa Universitas Islam Madinah, Murid Syaikh Abdul Muhsin al Abbad)

Khutbah Jumat & Kajian Umum
"Tafsir Surat Al Ashr"
Markaz Al Furqon, Kungon, Bungirejo, Mungkid, Magelang (Depan Samsat Magelang)
Jum'at, 12 Juni 2015
Pukul 11.45 - 15.00
Penerjemah: Ust. Muhtar

"Huru-Hara Hari Kiamat"
Ponpes Hamalatul Quran, Gunung Sempu, Bantul
Jum'at, 12 Juni 2015
Pukul 18.00 (Ba'da Maghrib - Selesai)
Penerjemah: Ust. Abdussalam Busyro, Lc

"Untukmu Para Pejuang Subuh"
Masjid Pogung Dalangan, Pogung, Sleman
Sabtu, 13 Juni 2015
Ba'da Subuh – Selesai
Penerjemah: Ust. Amrullah Akadhinta

"Keutamaan Tauhid"
Pengajian Apkom Jogja
Rumah Bpk H. Wasis Utomo, Sleman
Sabtu, 13 Juni 2015
Ba'da 08.30 – Selesai
Penerjemah: Ust. Ammi Nur Baits

"Meneladani Akhlak Rasulullah"
Masjid Islamic Center Bin Baz, Piyungan, Bantul
Sabtu, 13 Juni 2015
Ba'da Zuhur – Selesai
Penerjemah: Ust. Arifin Ridin, Lc

"Amalan Penting Di Bulan Ramadhan"
Masjid Agung Syuhada, Yogyakarta
Sabtu, 13 Juni 2015
Ba'da Maghrib – Selesai
Penerjemah: Ust. Mutasim, Lc

Penyelenggara:
Lembaga Pendidikan Islam Imam Nawawi
Islamic Center BinBaz
Yayasan Imam Syafi'i Yogyakarta
Yayasan Al Furqon, Magelang
Yayasan deMuttaqin, Yogyakarta
Ponpes Hamalatul Quran Yogyakarta
Apkom Ngaji
Corps Dakwah Masjid Syuhada

Didukung oleh:
Pengajian Muslimah Jogja
Takmir Masjid Pogung Dalangan
Islam Itu Indah
Wisma Syariah Kartika

Informasi:
08156877677 

Baca Selengkapnya ....

Jalan Meraih Cinta dan Keridhoan Allah

Posted by Abu Mumtazah Jumat, 05 Juni 2015 0 komentar
Jalan Meraih Cinta dan Keridhoan Allah
Setiap muslim tentu menginginkan dirinya dapat meraih kecintaan dan keridhoan Allah ta’ala. Berbagai macam amalan, ritual, kegiatan rela di kerjakan demi meraih cinta dan keridhoan Allah. Dan cinta serta keridhoan Allah ini berkaitan dengan apa yang menjadi tujuan hidup manusia yaitu ibadah.

Allah ta’ala berfirman,

وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّلِيَعْبُدُونِ

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku (QS. Az-Dzariyat :56)

Lalu apa yang dimaksut dengan ibadah? Makna ibadah ini digunakan atas dua hal,

Pertama menyembah, yaitu merendahkan diri kepada Allah SWT dengan melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya karena rasa cinta dan mengagungkan-Nya.

Kedua Yang disembah dengannya, yaitu meliputi segala sesuatu yang dicintai dan diridhahi oleh Allah SWT berupa perkataan dan perbuatan, yang nampak dan tersembunyi seperti, doa, zikir, shalat, cinta, dan yang semisalnya. Maka melakukan shalat misalnya merupakan ibadah kepada Allah ta’ala.

Oleh karena itu hendaknya kita hanya menyembah kepada Allah ta’ala semata dengan merendahkan diri kepada-Nya, dengan cinta dan mengagungkan-Nya, dan kita tidak menyembahnya kecuali dengan cara yang telah disyari'atkan-Nya.

Ibadah ini tidak akan tegak sebagaimana mestinya kecuali sesuai dengan apa yang telah di perintahkan dan di syariatkan oleh Allah melalui Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini karena ibadah itu berkaitan dengan apa – apa yang dicintai dan di ridhoi oleh Allah, sedangkan kita tidak dapat mengetahui apa suatu hal, suatu perbuatan, suatu amalan di cintai dan diridhoi oleh Allah keculai jika amalan itu telah disyariatkan-Nya.  

Tidak mungkin luput suatu kebaikan, suatu amal perbuatan yang dicintai Allah dan diridhoi oleh Allah sementara Allah tidak pernah mensyariatkannya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengajarkannya. Karena seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwasannya Agama ini telah sempurna.


الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu ...”(Al-Maa-idah: 3)

Semua kebaikan sudah dijelaskan di dalam syariat ini, semua perkara yang dapat mendekatkan seseorang ke surga, menjauhkan dari neraka telah di jelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

عَنْ أَبِى ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: تَرَكَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا طَائِرٌ يُقَلِّبُ جَنَاحَيْهِ فِي الْهَوَاءِ إِلاَّ وَهُوَ يَذْكُرُنَا مِنْهُ عِلْمًا. قَالَ: فَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنَ الْجَنَّةِ وَيُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ إِلاَّ وَ قَدْ بُيِّنَ لَكُمْ.

 “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah pergi meninggalkan kami (wafat), dan tidaklah seekor burung yang terbang membalik-balikkan kedua sayapnya di udara melainkan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam telah menerangkan ilmunya kepada kami.” Berkata Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Tidaklah tertinggal sesuatu pun yang mendekatkan ke Surga dan menjauhkan dari Neraka melainkan telah dijelaskan semuanya kepada kalian” (HR. At-Thabrani dalam Mu’jamul Kabir (II/155-156 no. 1647) dan Ibnu Hibban (no. 65) dengan ringkas dari Shahabat Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu. Lihat Silsilah al Ahaadits ash Shahihah no. 1803.)

Karena agama Islam ini telah sempurna, semua kebaikan, semua perkara yang dapat mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari neraka telah di jelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tidak perlu lagi tambahan lagi. Kewajiban kita sebagai seorang muslim adalah tinggal mencari apa-apa yang merupakan perkara yang di cintai dan diridhoi Allah dengan mempelajari syariatnya yang telah di turunkan di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih.

Maka dari sini kita dapati bahwasannya standar kebaikan adalah al Qur’an dan as Sunnah yang shahih. Tolok ukur dalam kita menilai suatu amalan, suatu perbuatan itu apakah di cintai dan di ridhoi oleh Allah adalah syariatnya yang telah tertuang di dalam dua perkara yang menjadi tuntunan hidup manusia yaitu al-Qur’an dan as sunnah yang shahih.

Jika ada suatu amalan ibadah yang terlihatnya baik di mata manusia namun tidak mencocoki al-Qur’an, tidak mencocoki as Sunnah yang shahih, tidak ada pendahulunya dari kalangan salafush sholeh dalam beramal maka walaupun terlihatnya baik di mata manusia namun pada hakikatnya itu adalah perbuatan yang buruk yang hendaknya ditinggalkan oleh setiap muslim.

Oleh karena itu, saat ini tidak perlu kita mengarang-ngarang amal-amal baru yang tidak ada contohnya dari Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak perlu membuat-buat amalan baru yang tidak pernah di ajarkan Rasulullah, karena semuanya telah dijelaskan dan kita tinggal mencarinya, mengamalkan yang sudah ada, dan mendakwahkannya serta bersabar dijalan tersebut.

Jika kita ingin menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai suri tauladan yang baik, maka wajib bagi kita mengambil suri tauladan pada beliau pada semua hal, dan wajib bagi kita menjauhi semua perkara yang dilarang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersada,
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ.

Barangsiapa yang mengada-ngada dalam urusan (agama) kami ini, sesuatu yang bukan bagian darinya, maka ia tertolak” (HR. Al-Bukhari (no. 2697) dan Muslim (no. 1718), dari ‘Aisyah Radhiyallahu anha)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ.

Hati-hatilah kalian terhadap perkara-perkara yang baru. Setiap perkara-perkara yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Dawud (no. 4607), at-Tirmidzi (no. 2676), Ahmad (IV/46-47) dan Ibnu Majah (no. 42, 43, 44), dari Sahabat Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu anhu, hadits ini hasan shahih)

Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhuma juga berkata berkaitan dengan perkara baru dalam ibadah ini,

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً.

Setiap bid’ah adalah sesat, meskipun manusia memandangnya baik.” (Riwayat al Lalika-i dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (no. 126))

Sebenarnya jika kita mengamalkan ibadah-ibadah yang telah disyariatkan Allah telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sehari semalam tidak cukup waktu kita untuk mengamalkan semuanya. :Lalu jika untuk mengamalkan ibadah yang disyariatkan saja tidak cukup waktu kita, mengapa lagi kita harus menambah-nambah amalan yang tidak disyariatkan?

Coba kita urutkan amalan – amalan yang disyariatkan oleh Allah dari pagi ketika mata kita terbuka hingga petang mata kita terlelap. Niscaya jika kita mencarinya dari amalan doa bangun tidur, dzikir pagi petang, dzikir-dzikir saat melakukan aktifitas baik berpakaian, kekamar mandi, sholat dhuha, bersyukur, dzikir mutlak, sholat wajib, sholat-sholat tathowu yang disyariatkan, membaca memahami mentadaburi menghafal al-Qur’an dan hadits, berbakti kepada orang tua, belajar Ilmu Agama, mengajarkan Ilmu, mengajarkan dan membimbing keluarga ilmu agama, dan masih banyak lagi sampai dzikir pagi petang, dzikir ketika akan tidur maka niscaya kita dapati waktu kita tidak cukup untuk mengamalkan itu semua. Padahal semua itu disyariatkan dan terdapat tuntunannya di dalam al-Qur’an maupun Sunnah yang shahih. Maka daripada kita mencari-cari amalan baru yang tidak terdapat contohnya dalam agama ini yang tentu hal tersebut adalah perkara yang tercela, hendaknya kita lebih fokus lagi dalam beramal yang sesuai tuntunan al-Qur’an dan Sunnah shahihah.

Berapa banyak kita lihat orang-orang disekitar kita yang sibuk mengamalkan perbuatan-perbuatan yang tidak ada contohnya dari Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam ternyata mereka banyak melalaikan amalan yang disyariatkan Allah, mereka lupa dan melalikan perkara-perkara penting yang disyariatkan Allah. Hingga tidak jarang kita lihat di masjid-masjid kaum muslimin ketika terdapat perayaan – perayaan yang mengatasnamakan perayaan Islam yang tidak ada contoh dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu akan sangat penuh sesak di kunjungi manusia, namun ketika amalan tersebut amalan yang disyariatkan seperti sholat wajib maka sepi pengunjung, sepi yang menghadiri masjid, dan masih banyak perkara lainnya yang serupa dengan ini.

Maka mari sekarang kita buat skala prioritas dalam diri kita, mari kita pisahkan mana amalan yang disyariatkan, mana amalan yang tidak disyariatkan, mana amalan yang wajib, mana amalan yang sunnah, mana amalan mubah, dan mana amalan yang makruh dan haram.

Setelah kita memilah milah amalan tersebut maka tentu akan lebih mudah bagi kita untuk mendahulukan yang paling baik diatantara yang baik, yang baik diantara yang kurang baik dan tidak baik. Mari kita tinggalkan perkara yang dilarang dan juga perkara yang samar-samar. Perkara samar-samar disini maksutnya perkara yang di dalamnya terdapat pembolehan dan larangan, dan hal ini sepatutnya untuk kita tinggalkan menurut pendepat mayoritas ulama. Namun jika perkaranya tidak ada dalil yang memerintahkan dan tidak ada dalil yang melarang maka jika perkaranya termasuk ibadah hukum asalnya adalah haram sampai ada dalil yang menjelaskannya dan jika berkaitan dengan muamalah maka hukum asalnya boleh sampai ada dalil yang melarang.

Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ كَالرَّاعِى يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ

Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.” (Mattafaqun‘alih).

Fanspage kami INFO KAJIAN SUNNAH

Baca Selengkapnya ....
Jual Jilbab Syar'i, Gamis Akhwat dan Ikhwan dll support Jual Mainan Anak Playpad - Original design by Bamz | Copyright of Faidah Kajian Sunnah .