Cukuplah Kematian Sebagai Peringatan
Rabu, 16 Januari 2013
0
komentar
Cukuplah Kematian Sebagai Peringatan |
Ketika saya sedang menuju satu ruang operasi bedah, tiba-tiba petugas ruang
operasi bedah menyambutku sembari berkata, "Orang sakit yang berada di
dalam, memberikan kertas ini kepadaku dan berkata, "Berikan kertas ini
kepada saudara Al Jubair sebelum ia memulai operasi ".
Saya menerima kertas tersebut, apa
gerangan isi tulisannya? Orang tersebut telah menulis tulisan ini saat ia
menuju meja bedah, ia tuangkan segala ungkapan dan perasaannya, tak terasa air
mataku mengalir karenanya, kedua tanganku gemetar dan seluruh badanku merinding
Tahukah anda apa isi kertas tersebut?
Kertas itu berisi wasiat yang ditulis
oleh seseorang yang akan menjalani operasi bedah, tulisan itu terdiri dari tiga
bagian :
Wasiat pertama, ia minta kepada istrinya agar
menginfakkan sebagian dari hartanya dan merelakan uangnya yang dipinjam
orang-orang fakir miskin.
Wasiat kedua, ia meminta kepada istrinya untuk menjaga
anak-anaknya, mendidik anak-anaknya untuk menghafalkan Al Quran, dan menjauhkan
mereka dari segala hal yang melalaikan seperti televisi dan lainnya.
Wasiat ketiga, ia meminta maaf kepada istrinya atas
segala kekhilafan dan kesalahan, lalu ia mendoakan istrinya semoga ia menjadi
ratu para bidadari di sorga nanti.
Secara
singkat itulah isi wasiat tersebut, mungkin anda bertanya-tanya apa yang
membuat saya menangis? Kenapa saya ikut hanyut dalam perasaan tersebut ?
Sesungguhnya banyak hal yang menyentuh
perasaanku, diantaranya adalah kematian dan gambarannya, kegundahan yang
dirasakan oleh seorang muslim seperti diriku atau orang yang berada dalam
situasi sadar bahwa ia sedang mendekati ajal.
Ketika saya melihat kertas ini,
seakan-akan melihat seseorang yang sedang menulis wasiat dan ia sadar bahwa
kematian segera menghampirinya.
Sungguh, ternyata banyak orang seperti
saya yang kurang memperhatikan tuntunan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
dalam hal menulis wasiat,
"Tidak layak bagi seorang muslim yang
memiliki sesuatu yang dapat diwasiatkan untuk tidur dua malam, kecuali jika
wasiatnya telah ditulis"
H.R.Bukhari (2738), Muslim (1627).
Saudara dan saudariku sekalian, menulis
wasiat bukan hanya untuk menjaga hak anda maupun hak orang lain, akan tetapi
juga merupakan bukti kesadaran anda akan dekatnya kematian, dan sebagai bukti
bahwa diri anda selalu ingat kematian.
Maka singsingkanlah lengan baju dan
bersegeralah untuk beramal di jalan akhirat, karena itulah Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkan kita untuk selalu mengingat kematian
dengan sarana menulis wasiat, mengunjungi pemakaman, membayangkan akhirat dan
lain sebagainya. Semua itu dapat mendekatkan gambaran kematian ke mata anda,
anda semakin yakin bahwa kematian pasti akan menjemput anda suatu saat nanti.
Hal
inilah yang membuat saya menangis, karena saya sadar bahwa saya dan orang-orang
seperti diri saya ini telah melupakan kematian, atau mungkin terlena oleh
kenikmatan dunia, dan lalai dengan kesenangan berkumpul dengan anak, istri dan
teman-teman.
Saudara-saudaraku yang terhormat…, saya
menangis karena ingat mati. Saya telah melupakan kematian atau pura-pura
melupakannya, saya menangis karena saya belum menulis wasiatku, berarti saya
lalai mengingat kematian. Saya merasa sedih karena telah melupakan kematian.
Hal
lain yang membuatku menangis adalah wasiat orang tersebut kepada istrinya untuk
mensedekahkan sebagian hartanya dan merelakan sebagian hutang yang ditanggung
oleh fakir miskin.
Saya teringat bahwa kita menjadi orang
yang sangat dermawan saat kondisi kita sudah sakit-sakitan, saat ajal telah
mendekati dan betapa pelitnya kita saat kita sehat wal afiat, berat rasanya
melepaskan harta untuk bersedekah dan berjuang di jalan Allah.
Saya teringat betapa kuatnya nafsu
manusia mempertahankan hartanya selama ia merasa sehat, ia mengira bahwa
kematian hanya akan mendatangi orang-orang yang sedang terbaring sakit atau
orang-orang yang sedang menuju ruang bedah operasi.
Wahai
saudara-saudaraku, saya menangis karena merasa betapa banyak orang-orang
seperti diri saya dari kalangan muslimin, mereka yang terlena oleh kesehatan
sehingga lupa atau pura-pura lupa bahwa kematian itu tidak membedakan antara
yang sehat dan yang sakit, kematian tidak membedakan antara yang sudah tua
maupun yang masih muda,
Saya menangis saat membaca akhir
wasiat tersebut, ketika orang itu meminta maaf kepada istrinya, ia menyampaikan
bahwa selama ini ia banyak menyakiti istrinya dan telah membuatnya menderita.
Kemudian
saya bertanya kepada diri sendiri dan kepada orang-orang seperti diri saya,
"Kenapa kita baru menyadari bahwa kita sering menyakiti orang lain, lalu
bergegas meminta maaf kepadanya hanya saat kita sakit dan merasa kematian sudah
begitu dekat? Kenapa kita masih saja menyakiti orang lain? Padahal ajal dapat menjemput
kita dengan tiba-tiba.
Sebelum melangkahkan kaki untuk
menyakiti orang lain, hendaklah kita menahan diri, jangan sampai kita menghadap
Allah Ta'ala dengan membawa kesalahan karena menyakiti orang lain yang dapat
mendatangkan siksa neraka –semoga Allah melindungi kita darinya-.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
bersabda :
"Jauhilah perbuatan zhalim, karena sesungguhnya kezhaliman
adalah kegelapan pada hari kiamat" (H.R.Muslim 2587).
Beliau juga bersabda,"Barangsiapa
menzhalimi (menyerobot) tanah orang lain seluas satu kilan maka tanah itu akan
dikalungkan dilehernya sebanyak tujuh lapis bumi" (H.R.Bukhari 2453,
Muslim 1612)
Beliau juga bersabda,
"Barangsiapa menzhalimi saudaranya dengan menodai harga dirinya atau lainnya maka hendaklah ia
segera meminta maaf, sebelum tiba saatnya tidak berguna dinar ataupun dirham,
sehingga -saat itu- amal shalih orang yang berbuat zhalim tersebut akan
dikurangi setimpal dengan kezhalimannya.. Jika ia tidak memiliki amal shalih
maka kesalahan –dosa- orang yang ia zhalimi akan dibebankan kepadanya"
(H.R.Bukhari 2449).
Dalam hadits qudsi beliau menyebutkan
bahwa Allah berfirman,
"Wahai hamba Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezhaliman
atas diriKu, lalu Aku mengharamkannya atas kalian semua, maka janganlah kalian
saling menzhalimi" (H.R.Muslim 2557).
Saudara saudariku sekalian, seluruh
ungkapan isi hati ini muncul saat saya membaca selembar kertas ini, saya
menyadari bahwa saya sering berbuat zhalim, saya dan orang-orang yang seperti
saya telah terlena oleh kenikmatan hingga melupakan kematian, terlena oleh
pertemuan-pertemuan hingga melupakan perpisahan.
Bagaimanapun juga, akhirnya saya harus
melaksanakan operasi tersebut, operasi ini merupakan operasi paling lama yang
pernah yang saya alami. Alhamdulillah akhirnya tuntas juga pekerjaan berat itu.
Padahal,
semula saya berfikir untuk membatalkan operasi bedah ini karena hati saya dalam
keadaan tegang dan goncang, akan tetapi apa boleh buat, rongga dada orang ini
sudah dibedah maka mau tidak mau operasi harus segera dimulai, dengan
bertawakal kepada Allah saya melaksanakan tugas sulit ini yang pada akhirnya
lelaki itu keluar dari ruang bedah dengan selamat.
Pada keesokan harinya, aku serahkan
kembali secarik kertas wasiat tersebut sambil berkata,
"Saudaraku, semoga
Allah Ta'ala memaafkanmu, engkau telah membuatku terenyuh saat engkau serahkan
wasiat tersebut, semoga Allah mengampuni dosa-dosaku dan dosa-dosamu".
Semoga
shalawat dan salam selalu dilimpahkan atas junjungan Nabi Muhammad beserta
keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Sumber : Cukuplah Kematian Sebagai Peringatan, dr. Khalid bin Abdul Aziz Al Jubair, terjemahan Muhammad Isnani, Lc, Riyadh Kerajaan Saudi Arabia, Maktabah Dakwah dan Bimbingan Jaliyat Rabwah 1430 H - 2009 M.
Barakallahu fikum
Judul: Cukuplah Kematian Sebagai Peringatan
Ditulis oleh Abu Mumtazah
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi antum. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke www.jadwalkajiansunnah.blogspot.com. Terima kasih atas kunjungannya, mudah-mudahan dapat bermanfaat.Ditulis oleh Abu Mumtazah
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Posting Komentar